Jumat, 30 November 2007

Orang tuaku menanggap kami anak tiri

Siapapun mau kalau kampus yang dicintainya menjadi perguruan tinggi terbaik di ASEAN terlebih itu kampus ungu kesayangan mahasiswa STMIK AMIKOM Yogyakarta. fenomena yang ada hampir dari sebagian mahasiswa amikom merasakan apalagi organisasi yang bersifat keilmuan risau bahkan bersedih, upaya mencerdaskan kehidupan keilmuan mahasiswa amikom dipandang sebelah mata bahkan terbilang dicuekin aja. Lihat aja organisasi yang membutuhkan ruangan untuk bisa berkoordinasi dengan pengurus dan anggotanya dibiarkan berdesak-desakan dalam satu ruangan yang namanya sekeber. Kejadian seperti ini bukan karena pengurus organisasi tidak berusaha tapi setiap mengajukan usul bahkan disertakan dengan proposal lengkap dengan proker selalu aja ditanggapi dingin oleh pihak kampus bahkan kadang dianggap tidak begitu penting terlebih lagi pernah kami di bilangin tidak ada tempat untuk UKM. Tapi nyatanya BUMA (Badan Usaha Milik Amikom) dengan mudahnya dapat tempat so kami beranggapan kami ini sebagai warga/anak dari keluarga besar amikom seperti dianak tiri, KASIAN BANGET NASIBMU jadi mahasiswa di amikom. Lho semua mahasiswa amikom pernah ngk merasa kalau kampus kita tercinta ini bukan lembaga yang bergerak di bidang pendidikan tapi lembaga yang bergerak dalam dunia bisnis hal ini di pertegas sebagain besar pengurus yayasan maupun pengelolaan STMIK AMIKOM Yogyakarta bergelar yah MM (pakar manajemen saudaranya bisnis itu)

Sabtu, 25 Agustus 2007

Dilema kelulusan di Amikom

Sudah menjadi tradisi dan menjadi hal yang biasa hampir di semua yang ada di jogja kampus , di setiap kelulusan mahasiswa di anjurkan menyumbang buku baik perorangan maupun secara kelompok alias patungan beli buku untuk di sumbangkan. Namun ada yang beda di kampus orang berdasi tapi .... untuk wisuda tiap periode menjadi hal yang tidak biasa jika dikaitkan dengan koleksi buku di amikom kurang maka menjadi tugas atau di bebankan pada calon wisudawan-wisudawati. Mengapa hal ini terjadi pada kampus sebesar amikom dan sebesar visi menjadi perguruan terbaik di ASEAN. Calon wisudawan-wisudawati diharuskan membeli buku yang sudah ditetapkan/ditentukan oleh panitia. Inilah yang ironis katanya sumbangan buku bersifat suka rela, bebas menyumbangkan buku apa aja. Sekali lagi ini yang ironis mereka harus ditentukan jenis buku yang harus disumbangkan pada akademik, padahal kalau mau tau jelasnya semua buku yang ditentukan untuk disumbangkan harganya minimal Rp. 80.000. katanya sukarela kok diharuskan yang mahal.
Intinya mahasiswa dimanfaatin untuk menambah koleksi buku di perpustakaan amikom yang notabenenya JUDUL yang ditentukan masih tergolong kurang untuk koleksi amikom di perpustakaan